Daftar Isi :
Renungan Malam 1 : Belajar berasal dari Samuel
Renungan Malam 2: Untuk Apa Menyimpan Dendam dalam Hatimu?
Renungan Malam 3 : Apa Nasib Hidup Kita Berbeda?
Renungan Malam 1
Belajar berasal dari Samuel
Bacaan: 1 Samuel 3:1-21
”Dan Samuel jadi lama besar dan TUHAN menyertai dia dan tidak ada satu pun berasal dari firman-Nya itu yang dibiarkan-Nya gugur. Maka tahulah seluruh Israel berasal dari Dan sampai Bersyeba, bahwa kepada Samuel sudah dipercayakan jabatan nabi TUHAN.”
1 Samuel 3:1-21
Samuel merupakan anak berasal dari Hana dan Elkana. Hana merupakan seorang perempuan yang waktu taat kepada Tuhan. Ketika usianya jadi lama lanjut Hana belum dikaruniai seorang anak pun. Hati Hana jadi sedih dan sakit lebih-lebih setaip pergi ke daerah tinggal TUHAN, Penina istri Elkana yang lain menyakiti Hana. Setiap hari, baik pagi maupun malam, Hana berdoa kepada Tuhan agar ia dapat memiliki seorang anak, lebih-lebih Hana bernazar kepada Tuhan, kecuali Tuhan mengaruniakannya seorang anak laki-laki, ia dapat mempersembahkan anak itu jadi hamba Tuhan seumur hidupnya. Tuhan pun mendengar doa Hana dan Hana dapat memiliki kandungan dan melahirkan seorang anak laki-laki yang dinamainya Samuel yang bermakna “Aku sudah memintanya berasal dari pada TUHAN.”
Setelah Hana menyapih Samuel, dia menitipkan anaknya itu kepada imam Eli agar iman Eli dapat mendidik Samuel jadi seorang hamba dan pelayan yang setia kepada Tuhan. Iman Eli memili dua orang anak yang bernama Hofni dan Pinehas. Namun, ke dua anak imam Eli memiliki sikap yang jelek agar mereka tidak rela di hadapan Tuhan. Mereka tidak mengindahkan tiap tiap korban bakaran yang dibawa untuk Tuhan agar jadi lama besarlah dosa mereka. Berbeda dengan Samuel. Di bawah asuhan imam Eli, Samuel tumbuh jadi seorang pelayan Tuhan. Pada waktu itu, firman berkenaan Tuhan jarang disaksikan dan didengarkan dan juga penglihatan-penglihatan jarang terjadi. Imam Eli pun jadi lama tua dan penglihatannya jadi kabur. Saat Samuel tidur di dalam bait Suci Tuhan, Tuhan memanggil Samuel. Namun, gara-gara Samuel belum paham bahwa yang memanggilnya adalah Tuhan ia jadi datang ke imam Eli sampai Tuhan memanggil Samuel sebanyak tiga kali. Karena terus menerus didatangi oleh Samuel, imam Eli jadi paham bahwa Samuel sudah dipanggil oleh Tuhan agar ia menyuruh Samuel menjawab “Berbicaralah, TUHAN, gara-gara hamba-Mu ini mendengar,” (1 Samuel 3:9). Lalu, Tuhan datang kembali menghampiri dan memanggil Samuel dan Samuel menjawab seperti apa yang sudah imam Eli katakan. Tuhan terhitung berfirman kepada Samuel bahwa Tuhan dapat menghukum Israel dan keluarga imam Eli gara-gara dosa yang sudah dilakukan oleh anak-anaknya dan ia tidak memaharahi mereka (1 Samuel 3:11-14).
Ketika pagi hari Samuel bangun, Samuel enggan untuk memberitahukan apa yang Tuhan katakan kepada imam Eli. Namun gara-gara perkataan imam Eli kepadanya, pada akhirnya Samuel memberitahukan apa yang dikatakan Tuhan kepadanya dan tidak menyembunyikan apa pun kepada imam Eli. Setelah bicara demikian, imam Eli tidak memarahi Samuel justru ia menyembah Tuhan dapat apa yang dikatakan Samuel kepadanya. Karena itu juga, Samuel jadi lama besar dan Tuhan menyertai Samuel dan menemati janji-Nya (1 Samuel 3:19).
Dari cerita berkenaan hidup Samuel, kami dapat memandang bahwa Samuel adalah seorang anak muda yang taat kepada perintah Tuhan. Ia senantiasa rela studi dan taat dengan apa yang imam Eli katakan. Disini, imam Eli dapat kitalihat peranannya sebagai bapak angkat berasal dari Samuel. Meskipun bukan orang tua kandungnya sendiri, Samuel senantiasa mengasihi dan taat dengan apa yang dikatakan oleh imam Eli. Kita terhitung dapat memandang bahwa Samuel dapat memasang dirinya dan dapat paham apa yang jadi prioritas hidupnya. Sebagai anak muda, kami tentu paham bahwa berkenaan yang paling di idamkan adalah kesenangan duniawi sama seperti yang Hofni dan Pinehas lakukan. Namun gara-gara permohonan duniawi mereka inilah, mereka hidup dengan tidak rela di hadapan Allah dan lebih-lebih jadi percakapan banyak orang gara-gara sikap jelek yang mereka tunjukkan. Ini menyatakan bahwa baik tua maupun muda wajib memiliki prioritas dalam hidupnya. Manusia mana sih yang tidak rela hidup dalam kesenangan? Namun, seluruh itu ada batasannya tersendiri. Tujuan hidup kami adalah untuk menyenangkan hati Tuhan. Kita boleh saja melacak kesenangan dunia ini, namun jangan sampai kami jadi melakukan berkenaan yang tidak rela di hadapan-Nya dan justru jadi merugikan orang lain gara-gara sikap kami yang tidak baik. Tuhan memandang tiap tiap apa yang kami lakukan. Bahkan Tuhan pun paham pikiran kita. Ia sudah paham lebih-lebih dahulu isikan hati kami dan apa yang dapat kami perbuat selanjutnya. Ia idamkan agar kami hidup jadi anak yang taat dan khawatir pada-Nya dengan tidak senantiasa mendahulukan permohonan duniawi ini. Pada waktu ini kami dapat studi sikap yang dimiliki oleh Samuel.
Sikap-sikap yang dapat kami pelajari yaitu:
1. Menghormati orang tua
Sikap Samuel pertama yang dapat kami pelajari adalah menghormati orang tua atau menghormati orang yang umurnya jauh lebih tua dibandingkan kami meskipun kami belum mengenalnya. Seperti yang kami ketahui, imam Eli merupakan bapak angkat berasal dari Samuel, namun Samuel senantiasa menghormati imam Eli sebagaimana mestinya. Ini terbukti waktu Tuhan memanggil Samuel, namun Samuel mengira yang memanggilnya adalah imam Eli, Samuel dengan cepat menghampiri imam Eli yang sedang terbaring lebih-lebih Samuel sampai berlari. Samuel pun dengan sigap menanyakan “Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?” Ini tidak terjadi sekali namun sampai tiga kali. Meskipun imam Eli menjelaskan bahwa ia tidak memanggil Samuel, namun waktu namanya dipanggil Samuel segera berlari menghampirinya. Ini menyatakan bahwa Samuel menghormati imam Eli.Apakah kami pada waktu ini sudah melakukan tindakan seperti apa yang sudah Samuel lakukan. Mungkin tidak seluruh dianta kami jarang untuk menghormati orang tua. Ketika orang tua kami memanggil, apakah kami segera datang menghampiri panggilan itu? Yang ada kadang waktu kami marah dan kesal lebih-lebih dahulu. Mari pada waktu ini kami belajardari Samuel. Ia menghormati dan taat kepada orang tuanya meskipun itu bukanlah orang tua kandungnya. Bahkan dalam Keluaran 20:12 dikatakan demikianlah “Hormatilah ayahmu dan ibumu, agar lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.”
2. Menentukan prioritas
Hal setelah itu yang dapat kami pelajari berasal dari Samuel yaitu, Samuel dapat mengetahu prioritas mana yang lebih penting dalam hidupnya. Sebagai manusia kadang waktu kami lupa apa sebenarnya prioritas utama dalam hidup kita. Sebagai seorang pelajar kadang waktu kami lupa bahwa prioritas kami adalah studi agar jadi pakai waktu yang dimiliki untuk bermain. Sebagai seorang pekerja, kadang waktu kami lupa priorita kami dalam pekerjaan agar tidak bekerja secara maksimal. Dalam hidup, berkenaan yang wajib kami memiliki yakni sebuah prioritas. Prioritas sangat penting dalam kehidupan kami gara-gara tanpa ada prioritas manusia dapat hidupseenaknya. Hal ini terhitung sama seperti Hofni dan Pinehas yang tidak paham apa prioritas utama dalam hidup mereka. Karena inilah mereka hidup seenaknya dan jadi berbuat dosa agar hidupnya tidak kembali rela di hadapan Tuhan. Oleh gara-gara itu, marilah jadi saat ini kami paham apa sebenarnya prioritas utama dalam hidup kami agar kami dapat mengatur kehidupan yang kami miliki.
3. melakukan tanggung jawab yang dimiliki dengan sepenuh hati
Setiap orang tentu memiliki tanggung jawab dalam hidupnya. Tanggung jawab yang dimiliki tiap tiap orang berbeda-beda bergantung berasal dari apa yang ia kerjakan. Namun, tidak seluruh orang dapat selesaikan tanggung jawab yang dimilikinya sampai selesai dengan baik. Pada waktu ini kami dapat studi berasal dari Samuel yang mengerjakan tanggung jawab yang ia memiliki dengan sepenuh hati. Samuel merupakan pelayan Tuhan yang disebutkan bahwa Samuel tidur di dalam bait suci Tuhan atau di dalam daerah tinggal Tuhan. Dalam ayat 15 disebutkan bahwa Samuel tidur sampai pagi dan sesudah itu dibukakannya pintu daerah tinggal Tuhan. Pada malam itu kami paham bahwa Samuel tidak dapat tidur gara-gara ia terus menerus dipanggil oleh Tuhan, dapat saja Samuel bangun sampai siang gara-gara ia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Namun, Samuel tidak melakukan itu. Ia paham apa yang sudah jadi tanggung jawabnya dan apa yang wajib dilakukannya. Ia senantiasa bangun pagi dan membkakan pintu daerah tinggal Tuhan. Apakah kami dapat seperti itu? Ketika kami memiliki sebuah tanggung jawab, maka kerjakanlah tanggung jawab itu dengan sepenuh hati. Janganlah justru gara-gara alasan capek atau senantiasa mengantuk kami jadi meninggalkan tanggung jawab yang dimiliki.
4. Berbicara apa adanya
Hal yang paling kerap ditakuti oleh seseorang adalah bicara apa ada kepada orang lain lebih-lebih kecuali perkataan selanjutnya dianggap dapat menyakiti hati orang yang bersangkutan. Seseorang terhitung dapat khawatir bicara apa ada berkenaan dirinya gara-gara khawatir orang lain menanggap dirinya rendah atau dapat meremehkannya. Namun, pernahkan kami berpikir dapat efek yang dapat ditimbulkan ke depannya pada seseorang kecuali kami tidak rela bicara apa ada atau bicara jujur? Misalnya waktu orang selanjutnya melakukan kekeliruan dan kami tidak rela bicara berkenaan kesalahannya tersebut. Orang itu tentu dapat terus menerus ulangi kekeliruan yang sama jadi dapat lebih parah berasal dari sebelumnya. Oleh gara-gara itu, janganlah kami khawatir bicara apa adanya. Selagi itu sebenarnya benar dan dapat melakukan perbaikan dan juga menyapa seseorang, lakukanlah itu.
Pada hari ini kami diajarkan untuk lebih benar-benar mengerjakan tugas yang kami miliki. Kita wajib paham sebenarnya apa prioritas utama dalam hidup kita. Kita tidak boleh senantiasa mengejar kesenangan duniawi gara-gara itu adalah tindakan yang tidak dikehendaki oleh Allah. Selain itu kami diajar untuk mengimbuhkan suatu hal apa adanya. Jika sebenarnya pesan atau perkataan yang kami sampaikan dapat menyaiti hati atau merupakaan perkataan yang tidak menyenangkan, kami senantiasa wajib mengimbuhkan pesan itu gara-gara itu merupakan suatu kebenaran yang wajib disampaikan apa ada agar tidak boleh kami tambahi atau lebih-lebih kurangi. Janganlah justru kami khawatir untuk mengimbuhkan kebenaran. Selain itu, kami terhitung wajib hidup dan dengar-dengarnya dapat panggilanNya. Untuk paham arti panggilanNya dalam hidup kita, kami wajib membangun sebuah interaksi yang dekat dengannya. Salah satu langkah untuk dapat membangun interaksi yang dekat dengan Tuhan yakni dengan berdoa dan membaca firman. Kiranya hidup kami terbekati oleh renungan ini. Tuhan Yesus memberkati.
Renungan Malam
Renungan Malam
Renungan Malam 2
Untuk Apa Menyimpan Dendam dalam Hatimu?
Bacaan: Kejadian 45:1-15
”Lalu dipeluknyalah leher Benyamin, adiknya itu, dan menangislah ia, dan menagis pulalah Benyamin pada bahu Yusuf. Yusuf mencium seluruh saudaranya itu dengan mesra dan ia menangis sambil memeluk mereka. Sesudah itu barulah saudara-saudaranya bercakap-cakap dengan dia.”
Kejadian 45:14-15
Pernahkah saudara jadi disakiti oleh seseorang lebih-lebih oleh orang yang anda kasihi atau lebih-lebih oleh keluarga anda sendiri? Jika pernah, sudahkan malam ini saudara mengampuni mereka yang sudah menyakiti saudara? Jika belum, apa alasan anda untuk tidak mengampuni orang yang sudah menyakiti saudara? Jika jawaban saudara adalah gara-gara orang selanjutnya sudah melakukan kekeliruan yang sama secara berulang dan senantiasa mengecewakan anada waktu anda sudah memaafkannya agar pada waktu ini anda tidak dapat memaafkannya, bukankah anda justru jadi orang yang waktu perhitungan pada waktu ini? Memang manusia memiliki batas kesabaran tiap-tiap namun bukankah dalam firman Tuhan sudah dikatakan bagi kami untuk senantiasa memaafkan orang yang bersalah kepada kita. Dalam Matius 18:21-22 dikatakan demikianlah “Kemudian datanglah Petrus dan bicara kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku wajib mengampuni saudaraku kecuali ia berbuat dosa pada aku? Sampai tujuh kali? Yesus bicara kepadanya: “Bukan! Aku bicara kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” Dalam Injil Matius ini sudah paham dikatakan bagi kami bahwa kami wajib senantiasa mengampuni orang yang bersalah kepada kita.
Dalam praktiknya, memaafkan adalah suatu hal yang sangat sulit dilakukan. Memaafkan orang yang sangat dekat dengan kami justru lebih sulit lagi. Ketika orang paling dekat kami menyakiti kita, interaksi kami dengannya justru jadi rusak dan tidak sedekat dulu. Mungkin saja sudah saling memaafkan, namun waktu berdekatan jadi canggung untuk menyapa dan dekat lagi. Perlu kami sadari, manusia merupakan makhluk yang kerap kali berbuat dosa dan kesalahan. Tanpa kami mengerti dapat saja sikap tingkah laku atau perkataan kami menyinggung orang lain dan orang lain membenci kita. Bukankah ini merupakan berkenaan yang semestinya kami mengerti juga? Bukan hanya orang lain, dapat saja saja sikap dan tingkah laku kami terhitung menyinggung perasaan Tuhan. Namun, apakah waktu kami melakukan kekeliruan Tuhan marah pada kami dan Ia meninggalkan kami begitu saja? Tidak. Tuhan tidak marah kepada kita, justru Ia menunggu kami untuk datang kepadaNya dan memohon ampun atas segala kekeliruan yang sudah kami perbuat. Ia adalah Allah yang panjang sabar dan Allah yang senantiasa mengampuni dosa umat-Nya waktu kami datang dengan benar-benar ke hadapannya.
Pada waktu ini kami dapat studi berasal dari kisah Yusuf. Kita tentu sudah kerap mendengar kisah berkenaan Yusuf, jadi berasal dari Sekolah Minggu sampai waktu Ibadah Minggu di Gereja. Namun, pada waktu ini kami dapat studi kembali berkenaan kisah Yusuf. Yusuf merupakan anak berasal dari Yakub dan isteri yang dikasihinya Rahel. Yakub sangatlah menyayangi Yusuf agar seluruh saudara-saudaranya membenci Yusuf. Kebencian saudara-saudaranya jadi malah waktu Yusuf menceritakan mimpinya. Ketika saudara-saudara Yusuf menggembalakan kambing domba, Yakub menyuruh Yusuf untuk mengantarkan makanan kepada saudara-saudaranya. Namun, keinginan baik Yusuf dibalas dengan kejahatan oleh saudara-saudara Yusuf. Mereka bermufakat untuk melacak langkah bagaimana membunuh Yusuf. Ketika Yusuf datang, mereka segera menanggalkan jubah Yusuf dan membuangnya ke dalam sumur kosong yang tidak berair. Yusuf sesudah itu dijual oleh saudara-saudaranya agar Yusuf bekerja kepada Potifar sebagai kepala pengawal raja. Penderitaan Yusuf tidak sampai disana saja. Ketika Yusuf bekerja kepada Potifar, isterinya menjebak Yusuf agar Yusuf wajib di penjara. Di dalam penjara Yusuf bertemu dengan juru minuman dan juru roti. Karena hikmat Tuhan, Yusuf pun dapat menafsirkan mimpi ke dua orang itu dengan balasan Yusuf terhitung dapat dibebaskan berasal dari dalam penjara. Setelah juru minum bebas, ia justru remehkan Yusuf. Tak berapa lama, Firaun bermimpi dan tidak ada seorang pun yang dapat menafsirkan mimpi Firaun kecuali Yusuf. Karena hikmat yang sudah Tuhan berikan kepada Yusuf, ia dapat menafsirkan mimpi Firaun dan pada akhirnya Firaun melantik Yusuf jadi penguasa atas seluruh Mesir. Ketika terjadi kelaparan di seluruh negeri, saudara-saudara Yusuf pergi ke Mesir untuk belanja gandum kepada Yusuf. Saudara-saudaranya tidak paham bahwa Yusuf sudah jadi penguasa. Di Mesir dan pada waktu ini mereka sedang bicara kepada Yusuf. Saat bertemu dengan saudara-saudaranya kembali apa yang dilakukan oleh Yusuf? Apakah Yusuf membenci dan menghukum saudara-saudaranya? Tentu tidak. Yusuf justru mengampuni saudara-saudaranya lebih-lebih Yusuf menangis dengan keras waktu memandang saudara-saudaranya. Ini sudah menyatakan bahwa Yusuf senantiasa mengasihi saudara-saudaranya meskipun mereka sudah menyakiti Yusuf.
Kita pada waktu ini studi mengampuni berasal dari Yusuf. Ketiaka saudara-saudaranya menyakiti dia, membencinya, membuangnya lebih-lebih menjualnya, Yusuf sama sekali tidak membenci saudar-saudaranya. Ia senantiasa mengasihi saudara-saudaranya dan terus menerus merindukan mereka. Apa yang dialami Yusuf sangat berat lebih-lebih jauh lebih berat daripada yang kami alami waktu ini. Namun apakah langkah dapat seperti Yusuf yang rela mengampuni saudara-saudara yang sudah menyakitinya? Kita kerap kali terpaku pada perasaan kami saja. Kita kerap lupa dapat apa yang semestinya kami perbuat waktu ada orang yang menyakiti kita. Ketika ada seseorang yang menyakiti kita, kami justru menyimpan dendam terhadapnya dan tidak rela mengampuni kesalahannya. Meskipun kami bicara sudah memaafkan, namun kami tidak rela dekat dengan orang itu lagi.
Adapun hal-hal yang dapat kami pelajari berasal dari Yusuf yaitu;
1. Mengasihi orang yang membencinya
Hal yang paling sulit dilakukan adalah mengasihi orang yang sedang membenci kita. Jika ada orang yang membenci kami justru kami jadi ikut-ikutan membencinya. Pada waktu ini kami diajari oleh Yusuf bahwa kami wajib senantiasa mengasihi sesama kami meskipun orang itu membenci kita. Dari awal Yusuf sudah tentu paham kecuali saudara-saudaranya membenci dirinya. Ia pasi paham kecuali sikap saudara-saudaranya tidak baik terhadapnya. Namun, itu tidak membawa efek Yusuf membenci saudara-saudaranya, lebih-lebih Yusuf senantiasa mengasihi mereka dengan sepenuh hati. Apakah kami dapat seperti Yusuf? Jika belum bisa, yang wajib kami melakukan adalah datang kepadaNya dan berdoa dan juga memohon penyertaanNya dalam hidup kita.
2. Memaafkan orang yang bersalah
Yang sangat sulit dilakukan adalah memaafkan orang yang bersalah kepada kita. Jika sudah disakiti hati kami tentu seakan tertutup untuk orang tersebut. Ketika orang selanjutnya mengalami kesusahan, kami tidak dapat membantunya gara-gara rasa pikirkan kami sudah hilang. Saat berpapasan dengannya seolah-olah kami memandang suatu hal yang wajib kami menyingkirkan berasal dari hadapan kita. Bukankah kecuali kami seperti itu sikap kami menyatakan bahwa kami bukanlah anak-anak Allah. Apa yang kami alami waktu ini tidaklah seperti Yusuf di mana ia sampai dijual oleh saudara-saudaranya. Namun apakah kami dapat seperti Yusuf yang senantiasa mengampuni saudara-saudaranya? Renungkanlah dalam diri dan hati saudara masing-masing. Sudahkan kami membukakan pintu maaf kepada orang-orang yang menyakiti hati anda?
3. Berdoa dan berharap penyertaan Tuhan selalu
Berdoa dan berharap penyertaan Tuhan adalah langkah yang dapat anda melakukan agar anda dapat mengampuni orang yang sudah menyakiti hati anda. Ketika kami menyerahkan seluruh hidup dan kehidupan ke dalam penyertaan Tuhan, Tuhan tentu dapat melembutkan hati kami dan memakai hidup kami seturut dengan kehendaknya. Mengampuni tidaklah sulit untuk dilakukan kecuali kami rela berharap penyertaan berasal dari Tuhan. Tidak ada hati yang sangat kuat untuk Tuhan lembutkan. Tidak ada hidup yang sangat sulit untuk Ia ubahkan. Semua itu kembali kembali kepada diri kami tiap-tiap apakah kami rela diubahkan olehNya atau tidak.
Mengampuni bukan hanya hanya mengucapkan aku memaafkan segala kekeliruan yang sudah anda melakukan kepadaku. Mengampuni bermakna rela remehkan kekeliruan itu dan rela memulai suatu interaksi yang baru berasal dari awal. Jika pada waktu ini kami belum bia memaafkan seseorang, berkenaan yang wajib kami melakukan adalah berdoa dan berharap hikmatNya. Kita wajib berdoa kepada Tuhan agar Tuhan rela melembutkan hati kami dan hati orang yang menyakiti kita. Tuhan melembutkan hati kami agar kami dimampukan untuk memaafkan kesalahn orang yang menyakiti kita. Kita berdoa kepada Tuhan untuk melembutkan hati orang yang menyakiti kami agar ia paham kekeliruan apa yang sudah ia perbuat agar ia tidak dapat ulangi kesalahannya kembali dan rela beralih dan juga berharap maaf kepada orang-orang yang disakitinya. Meminta hikmat Tuhan bermakna kami minta tuntunan Tuhan agar tidak ada amarah dalam diri kami agar kami dapat mengintropeksi diri. Berkata demikianlah sebenarnya enteng namun berkenaan yang paling sulit adalah melakukannya. Jika pada waktu ini anda senantiasa jadi sulit untuk mengampuni, ingatlah bahwa Tuha sudah mengampuni kekeliruan dan dosa saudara berapa kali pun keslahan yang anda lakukan. Ia senantiasa mengasihi dan menyayangi saudara lebih-lebih Ia tidak dulu meninggalkan saudara sendirian. Mengampuni bukanlah persoalan waktu melainkan persoalan hati. Apakah hati kami sudah siap untuk mengampuni atau belum. Tuhan Yesus memberkati.Renungan Malam 3
Apa Nasib Hidup Kita Berbeda?
Bacaan: Pengkhotbah 9:1-12
”Inilah yang celaka dalam segala suatu hal yang terjadi di bawah matahari; nasib seluruh orang sama. Hati anak-anak manusia pun penuh dengan kejahatan, dan kebebalan ada dalam hati mereka seumur hidup, dan sesudah itu mereka menuju alam orang mati. Tetapi siapa yang terhitung orang hidup membawa harapan, gara-gara anjing yang hidup lebih baik berasal dari pada singa yang mati. Karena orang-orang yang hidup paham bahwa mereka dapat mati, namun orang yang mati tak paham apa-apa, tak ada upah kembali bagi mereka, lebih-lebih kenangan kepada mereka sudah lenyap.”
Pengkhotbah 9:3-5
Apa yang paling anda dalam hidup anda waktu ini?
Kekayaan? Kepintaran? Kepopularitasan?
Keluarga yang bahagia? Atau dapat saja jabatan yang tinggi?
Karena tidak benar satu atau kesemuanya itu yang anda miliki, pernahkan anda jadi bangga sesudah itu menyombongkan diri terhahap yang lain? Atau dapat saja waktu ada orang di bawah anda, idamkan berkenalan dengan anda, anda menolaknya dan bicara “kita tidak sama”. Ukuran persamaan Allah dengan manusia sangatlah jauh berbeda. Persamaan menurut manusia adalah waktu seseorang memiliki kekayaan, kepintaran atau jabatan yang sama. Karena itulah, manusia kerap kali memandang nasib orang berbeda-beda. Karena apa yang dimilikinya pada waktu ini ia berpikiran bahwa nasib baik yang sudah Tuhan berikan. Ketika memandang orang lain memiliki suatu hal di bawahnya kami justru menjelaskan nasib orang itu buruk.
Pada waktu ini, manusia menakar segala suatu hal yang terjadi pada dirinya atau apa yang ia memiliki sudah diatur oleh nasib. Bahkan tak sedikit orang memandang peruntungan nasib berdasarkan Shio atau Zodiak. Jika dalam ramalan menjelaskan nasibnya dapat jelek pada hari ini, orang selanjutnya justru enggan untuk nampak daerah tinggal dan bekerja. Bahkan senantiasa jadi khawatir kecuali ada suatu hal yang tidak di idamkan terjadi. Lain halnya kecuali dalam ramalan dikatakan bahwa orang selanjutnya dapat mengalami nasib yang baik pada hari ini jadi berasal dari persoalan kesehatan, keuangan, pekerjaan lebih-lebih asmara seutuhnya dikatakan baik. Orang selanjutnya dapat stimulus dalam merintis harinya gara-gara percaya nasib baik dapat terjadi padanya hari ini. Karena ramalan-ramalan yang belum tentu benar ini membawa efek seseorang jadi lebih percaya kepada apa yang dibacanya dalam ramalan dibandingkan percaya dan berserah kepada Tuha.
Namun, apakah benar seluruh yang terjadi dalam kehidupan kami bergantung berasal dari nasib yang kami alami?
Saya dulu mendengar keluhan berkenaan seorang ibu yang memiliki suami penggangguran dan ia yang wajib membanting tulang demi menghidupi anak-anaknya. Ia terus menerus mengeluh dan membandingkan kehidupannya dengan saya. Ada suara kecewa lebih-lebih marah dalam suaranya. Diakhir percakapan lebih-lebih ibu itu menangis tersedu-sedu sampai anak yang digendongnya turut menangis. Namun, ada satu berkenaan yang tidak dapat aku lupakan berasal dari perkataan ibu tersebut. Ibu selanjutnya bekata seperti ini “Kenapa nasib aku jelek seperti ini. Hidup aku berasal dari dulu sampai saat ini kok kesulitan terus. Kasihan aku tiap pulang kerja wajib memandang anak-anak aku yang menunggu aku untuk dibuatkan makanan. Saya kerja banting tulang demi anak-anak berharap nasib anak aku tidak seperti orang tuanya.” Setelah mendengar perkataan ibu tersebut, aku terus menerus berpikir apakah benar Tuhan menciptakan seseorang dengan nasib yang berbeda-beda. Kegalauan aku tidak berhenti sampai disana. Beberapa kali aku memandang lebih-lebih mendengar seseorang bicara “ingin merubah nasib”. Sebenarnya aku jadi perkataan Ibu selanjutnya atau orang-orang berkenaan idamkan merubah nasibnya adalah tidak benar yang benar adalah idamkan merubah kehidupan. Setelah aku membaca Pengkhotbah aku paham bahwa nasib tiap tiap orang yang Tuhan ciptakan adalah sama gara-gara pada pada akhirnya kelak dapat kembali kembali kepada sang Pencipta.
Nasib hidup seseorang adalah kematian.
Memang sulit bagi kami untuk merubah paradigma yang sudah mengakar dalam penduduk kecuali kesimpulan orang selanjutnya terhitung tidak turut diubah. Berbicara berkenaan nasib tidak ada habisnya. Bahkan ada suatu hal yang baru yang dapat kami temui kecuali kami bicara berkenaan nasib. Pada waktu ini kami tentu dapat memandang banyak orang yang bangga dapat apa yang ia memiliki pada waktu ini lebih-lebih orang selanjutnya jadi bangga dapat nasib yang dimilikinya hinga bicara kepada banyak orang. Orang yang mendengarnya lebih-lebih ada yang jadi nasibnya jelek agar jadi malas untuk bekerja gara-gara jadi hidupnya sama saja. Padahal berkenaan yang wajib kami melakukan pada waktu ini adalah menikmati hidup yang sudah Tuhan berikan bagi kami dan bekerja sebaik mungkin. Dalam Pengkhotbah 9:9-10 dikatakan demikianlah “Nikmatilah hidup dengan isteri yang kaukasihi seumur hidupmu yang sia-sia, yang dikaruniakan TUHAN kepadamu di bawah matahari, gara-gara itulah bahagianmu dalam hidup dan dalam usaha yang engkau melakukan dengan jerih payah di bawah matahari. Segala suatu hal yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, gara-gara tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau dapat pergi.”
Nasib seluruh orang itu sama tidak ada yang tidak serupa gara-gara seluruh manusia dapat mati dan kembali kepada Bapa di Surga.
Dari pada terus menerus bicara berkenaan nasib yang tak ada habisnya, lebih baik kami pahami dan paham lebih-lebih dahulu apa sebenarnya kehidupan yang kami jalani itu.
1. Nasib seluruh orang sama
Seperti yang dikatakan sebelumnya, manusia pada waktu ini terus menerus bicara berkenaan nasib hidup yang menimpanya. Nasib hidup seluruh orang itu sama. Yang membuatnya nampak tidak serupa adalah manusia. Manusia memakai kandungan nasib baik dan nasib jelek untuk menilai kehidupan seseorang. Padahal Tuhan sudah memberi tambahan nasib yang baik bagi seluruh orang waktu seseorang jadi nasibnya sangat jelek di dunia ini, bermakna orang selanjutnya tidak rela berusaha dan bekerja untuk membawa efek kehidupannya lebih baik. Seseorang seringkali terpaku pada ramalan ansib harian. Tidak sedikit orang jadi men-tuhankan ramalan gara-gara lebih mempercayai ramalan dibandingkan dengan mempercayai Tuhan. Jika terus menerus berlanjut, kepercayaannya dapat ada Tuhan dapat jadi lama berkurang dan membawa efek seseorang jadi lupa kenapa Tuhan ada dalm hidupnya. Sekali lagi, nasib akhir hidup kami adalah kematian. Jadi, janganlah kembali kami membanding-bandingkan nasib aku dengan dia atau lebih-lebih nasih dia dengan saya. Sebab kecuali kami terus menerus membanding-bandingkannya bagaimana kami paham bahwa hidup kami ini adalah anugerah?
2. Menikmati hidup
Ketika kami diberikan peluang hidup oleh Tuhan, janganlah kami jadi pakai hidup kami untuk membanding-bandingkan hidup kami dengan orang lain. “Wah sedap banget hidupnya gak kaya aku, nasib jelek aja terus menerus yang aku dapetin.” Jika terus menerus berpikiran seperti itu bagaimana kami dapat menikmati dan mensyukuri kehidupan yang sudah Tuhan berikan bagi kita. Yang Tuhan idamkan adalah kami mensyukuri segala berkenaan yang terjadi dalam hidup kami dengan tidak menyia-nyiakan peluang yang Ia berikan. Ia terhitung idamkan agar tiap tiap apa yang kami kerjakan, kami melakukan dengan sepenuh hati dan sekuat tenaga jangan setengah-setengah. Ketika seseorang dapat menikmati dan mensyukuri kehidupan yang dimilikinya, orang selanjutnya tentu dapat paham bahwa hidup yang sudah diberikan Tuhan adalah indah ada meskipun pada waktu ini ia ada dalam suasana sulit sekalipun.
3. Kematian
Kematian merupakan fase akhir dalam kehidupan seorang manusia. Kematian yang tentu dapat terjadi merupakan nasib berasal dari tiap tiap orang yang ada di bumi ini. Ketika seseorang sudah mati, ia tidak dapat merasakan apa-apa lagi. Rasa sakit, amarah, kesenangan dan kenangan sudah dilupakannya. Ia tidak dapat merasakan kehangatan waktu dengan dengan orang yang dikasihi. Ia terhitung tidak dapat bekerja seperti waktu semasa hidupnya. Kita tidak dapat dulu paham sampai kapan waktu yang diberikan Tuhan untuk dirinya. Kematian itu seperti pencuri yang waktunya tidak dapat kami tentukan. Hanya Tuhanlah yang dapat menentukannya. Ketika seseorang dapat mengalami kematian, ia wajib mempertanggung jawabkan apa yang sudah ia perbuat semasa hidupnya kepada Tuhan baik itu merupakan tingkah laku baik ataupun tingkah laku jahat.
Apapun yang terjadi dalam kehidupan kami waktu ini, ingatlah bahwa bukan nasib yang menentukannya melaikan Tuhan yang menentukan dan mengaturnya. Jangan menyalahkan nasib lebih-lebih berusaha untuk merubahnya gara-gara nasih yang kami memiliki tidak dapat kami ganti gara-gara bagaimana caranya agar kami dapat merubah kematian? Serahkanlah seluruh hidup dan kehidupan anda kepada Allah agar anda lebih dapat mensyukuri kehidupan yang sudah Tuhan berikan. Jangan berhenti berharap dan berdoa kepadaNya. Tuhan Yesus memberkati.
Renungan Malam 1 : Belajar berasal dari Samuel
Renungan Malam 2: Untuk Apa Menyimpan Dendam dalam Hatimu?
Renungan Malam 3 : Apa Nasib Hidup Kita Berbeda?
Renungan Malam 1
Belajar berasal dari Samuel
Bacaan: 1 Samuel 3:1-21
”Dan Samuel jadi lama besar dan TUHAN menyertai dia dan tidak ada satu pun berasal dari firman-Nya itu yang dibiarkan-Nya gugur. Maka tahulah seluruh Israel berasal dari Dan sampai Bersyeba, bahwa kepada Samuel sudah dipercayakan jabatan nabi TUHAN.”
1 Samuel 3:1-21
Samuel merupakan anak berasal dari Hana dan Elkana. Hana merupakan seorang perempuan yang waktu taat kepada Tuhan. Ketika usianya jadi lama lanjut Hana belum dikaruniai seorang anak pun. Hati Hana jadi sedih dan sakit lebih-lebih setaip pergi ke daerah tinggal TUHAN, Penina istri Elkana yang lain menyakiti Hana. Setiap hari, baik pagi maupun malam, Hana berdoa kepada Tuhan agar ia dapat memiliki seorang anak, lebih-lebih Hana bernazar kepada Tuhan, kecuali Tuhan mengaruniakannya seorang anak laki-laki, ia dapat mempersembahkan anak itu jadi hamba Tuhan seumur hidupnya. Tuhan pun mendengar doa Hana dan Hana dapat memiliki kandungan dan melahirkan seorang anak laki-laki yang dinamainya Samuel yang bermakna “Aku sudah memintanya berasal dari pada TUHAN.”
Setelah Hana menyapih Samuel, dia menitipkan anaknya itu kepada imam Eli agar iman Eli dapat mendidik Samuel jadi seorang hamba dan pelayan yang setia kepada Tuhan. Iman Eli memili dua orang anak yang bernama Hofni dan Pinehas. Namun, ke dua anak imam Eli memiliki sikap yang jelek agar mereka tidak rela di hadapan Tuhan. Mereka tidak mengindahkan tiap tiap korban bakaran yang dibawa untuk Tuhan agar jadi lama besarlah dosa mereka. Berbeda dengan Samuel. Di bawah asuhan imam Eli, Samuel tumbuh jadi seorang pelayan Tuhan. Pada waktu itu, firman berkenaan Tuhan jarang disaksikan dan didengarkan dan juga penglihatan-penglihatan jarang terjadi. Imam Eli pun jadi lama tua dan penglihatannya jadi kabur. Saat Samuel tidur di dalam bait Suci Tuhan, Tuhan memanggil Samuel. Namun, gara-gara Samuel belum paham bahwa yang memanggilnya adalah Tuhan ia jadi datang ke imam Eli sampai Tuhan memanggil Samuel sebanyak tiga kali. Karena terus menerus didatangi oleh Samuel, imam Eli jadi paham bahwa Samuel sudah dipanggil oleh Tuhan agar ia menyuruh Samuel menjawab “Berbicaralah, TUHAN, gara-gara hamba-Mu ini mendengar,” (1 Samuel 3:9). Lalu, Tuhan datang kembali menghampiri dan memanggil Samuel dan Samuel menjawab seperti apa yang sudah imam Eli katakan. Tuhan terhitung berfirman kepada Samuel bahwa Tuhan dapat menghukum Israel dan keluarga imam Eli gara-gara dosa yang sudah dilakukan oleh anak-anaknya dan ia tidak memaharahi mereka (1 Samuel 3:11-14).
Ketika pagi hari Samuel bangun, Samuel enggan untuk memberitahukan apa yang Tuhan katakan kepada imam Eli. Namun gara-gara perkataan imam Eli kepadanya, pada akhirnya Samuel memberitahukan apa yang dikatakan Tuhan kepadanya dan tidak menyembunyikan apa pun kepada imam Eli. Setelah bicara demikian, imam Eli tidak memarahi Samuel justru ia menyembah Tuhan dapat apa yang dikatakan Samuel kepadanya. Karena itu juga, Samuel jadi lama besar dan Tuhan menyertai Samuel dan menemati janji-Nya (1 Samuel 3:19).
Dari cerita berkenaan hidup Samuel, kami dapat memandang bahwa Samuel adalah seorang anak muda yang taat kepada perintah Tuhan. Ia senantiasa rela studi dan taat dengan apa yang imam Eli katakan. Disini, imam Eli dapat kitalihat peranannya sebagai bapak angkat berasal dari Samuel. Meskipun bukan orang tua kandungnya sendiri, Samuel senantiasa mengasihi dan taat dengan apa yang dikatakan oleh imam Eli. Kita terhitung dapat memandang bahwa Samuel dapat memasang dirinya dan dapat paham apa yang jadi prioritas hidupnya. Sebagai anak muda, kami tentu paham bahwa berkenaan yang paling di idamkan adalah kesenangan duniawi sama seperti yang Hofni dan Pinehas lakukan. Namun gara-gara permohonan duniawi mereka inilah, mereka hidup dengan tidak rela di hadapan Allah dan lebih-lebih jadi percakapan banyak orang gara-gara sikap jelek yang mereka tunjukkan. Ini menyatakan bahwa baik tua maupun muda wajib memiliki prioritas dalam hidupnya. Manusia mana sih yang tidak rela hidup dalam kesenangan? Namun, seluruh itu ada batasannya tersendiri. Tujuan hidup kami adalah untuk menyenangkan hati Tuhan. Kita boleh saja melacak kesenangan dunia ini, namun jangan sampai kami jadi melakukan berkenaan yang tidak rela di hadapan-Nya dan justru jadi merugikan orang lain gara-gara sikap kami yang tidak baik. Tuhan memandang tiap tiap apa yang kami lakukan. Bahkan Tuhan pun paham pikiran kita. Ia sudah paham lebih-lebih dahulu isikan hati kami dan apa yang dapat kami perbuat selanjutnya. Ia idamkan agar kami hidup jadi anak yang taat dan khawatir pada-Nya dengan tidak senantiasa mendahulukan permohonan duniawi ini. Pada waktu ini kami dapat studi sikap yang dimiliki oleh Samuel.
Sikap-sikap yang dapat kami pelajari yaitu:
1. Menghormati orang tua
Sikap Samuel pertama yang dapat kami pelajari adalah menghormati orang tua atau menghormati orang yang umurnya jauh lebih tua dibandingkan kami meskipun kami belum mengenalnya. Seperti yang kami ketahui, imam Eli merupakan bapak angkat berasal dari Samuel, namun Samuel senantiasa menghormati imam Eli sebagaimana mestinya. Ini terbukti waktu Tuhan memanggil Samuel, namun Samuel mengira yang memanggilnya adalah imam Eli, Samuel dengan cepat menghampiri imam Eli yang sedang terbaring lebih-lebih Samuel sampai berlari. Samuel pun dengan sigap menanyakan “Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?” Ini tidak terjadi sekali namun sampai tiga kali. Meskipun imam Eli menjelaskan bahwa ia tidak memanggil Samuel, namun waktu namanya dipanggil Samuel segera berlari menghampirinya. Ini menyatakan bahwa Samuel menghormati imam Eli.Apakah kami pada waktu ini sudah melakukan tindakan seperti apa yang sudah Samuel lakukan. Mungkin tidak seluruh dianta kami jarang untuk menghormati orang tua. Ketika orang tua kami memanggil, apakah kami segera datang menghampiri panggilan itu? Yang ada kadang waktu kami marah dan kesal lebih-lebih dahulu. Mari pada waktu ini kami belajardari Samuel. Ia menghormati dan taat kepada orang tuanya meskipun itu bukanlah orang tua kandungnya. Bahkan dalam Keluaran 20:12 dikatakan demikianlah “Hormatilah ayahmu dan ibumu, agar lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.”
2. Menentukan prioritas
Hal setelah itu yang dapat kami pelajari berasal dari Samuel yaitu, Samuel dapat mengetahu prioritas mana yang lebih penting dalam hidupnya. Sebagai manusia kadang waktu kami lupa apa sebenarnya prioritas utama dalam hidup kita. Sebagai seorang pelajar kadang waktu kami lupa bahwa prioritas kami adalah studi agar jadi pakai waktu yang dimiliki untuk bermain. Sebagai seorang pekerja, kadang waktu kami lupa priorita kami dalam pekerjaan agar tidak bekerja secara maksimal. Dalam hidup, berkenaan yang wajib kami memiliki yakni sebuah prioritas. Prioritas sangat penting dalam kehidupan kami gara-gara tanpa ada prioritas manusia dapat hidupseenaknya. Hal ini terhitung sama seperti Hofni dan Pinehas yang tidak paham apa prioritas utama dalam hidup mereka. Karena inilah mereka hidup seenaknya dan jadi berbuat dosa agar hidupnya tidak kembali rela di hadapan Tuhan. Oleh gara-gara itu, marilah jadi saat ini kami paham apa sebenarnya prioritas utama dalam hidup kami agar kami dapat mengatur kehidupan yang kami miliki.
3. melakukan tanggung jawab yang dimiliki dengan sepenuh hati
Setiap orang tentu memiliki tanggung jawab dalam hidupnya. Tanggung jawab yang dimiliki tiap tiap orang berbeda-beda bergantung berasal dari apa yang ia kerjakan. Namun, tidak seluruh orang dapat selesaikan tanggung jawab yang dimilikinya sampai selesai dengan baik. Pada waktu ini kami dapat studi berasal dari Samuel yang mengerjakan tanggung jawab yang ia memiliki dengan sepenuh hati. Samuel merupakan pelayan Tuhan yang disebutkan bahwa Samuel tidur di dalam bait suci Tuhan atau di dalam daerah tinggal Tuhan. Dalam ayat 15 disebutkan bahwa Samuel tidur sampai pagi dan sesudah itu dibukakannya pintu daerah tinggal Tuhan. Pada malam itu kami paham bahwa Samuel tidak dapat tidur gara-gara ia terus menerus dipanggil oleh Tuhan, dapat saja Samuel bangun sampai siang gara-gara ia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Namun, Samuel tidak melakukan itu. Ia paham apa yang sudah jadi tanggung jawabnya dan apa yang wajib dilakukannya. Ia senantiasa bangun pagi dan membkakan pintu daerah tinggal Tuhan. Apakah kami dapat seperti itu? Ketika kami memiliki sebuah tanggung jawab, maka kerjakanlah tanggung jawab itu dengan sepenuh hati. Janganlah justru gara-gara alasan capek atau senantiasa mengantuk kami jadi meninggalkan tanggung jawab yang dimiliki.
4. Berbicara apa adanya
Hal yang paling kerap ditakuti oleh seseorang adalah bicara apa ada kepada orang lain lebih-lebih kecuali perkataan selanjutnya dianggap dapat menyakiti hati orang yang bersangkutan. Seseorang terhitung dapat khawatir bicara apa ada berkenaan dirinya gara-gara khawatir orang lain menanggap dirinya rendah atau dapat meremehkannya. Namun, pernahkan kami berpikir dapat efek yang dapat ditimbulkan ke depannya pada seseorang kecuali kami tidak rela bicara apa ada atau bicara jujur? Misalnya waktu orang selanjutnya melakukan kekeliruan dan kami tidak rela bicara berkenaan kesalahannya tersebut. Orang itu tentu dapat terus menerus ulangi kekeliruan yang sama jadi dapat lebih parah berasal dari sebelumnya. Oleh gara-gara itu, janganlah kami khawatir bicara apa adanya. Selagi itu sebenarnya benar dan dapat melakukan perbaikan dan juga menyapa seseorang, lakukanlah itu.
Pada hari ini kami diajarkan untuk lebih benar-benar mengerjakan tugas yang kami miliki. Kita wajib paham sebenarnya apa prioritas utama dalam hidup kita. Kita tidak boleh senantiasa mengejar kesenangan duniawi gara-gara itu adalah tindakan yang tidak dikehendaki oleh Allah. Selain itu kami diajar untuk mengimbuhkan suatu hal apa adanya. Jika sebenarnya pesan atau perkataan yang kami sampaikan dapat menyaiti hati atau merupakaan perkataan yang tidak menyenangkan, kami senantiasa wajib mengimbuhkan pesan itu gara-gara itu merupakan suatu kebenaran yang wajib disampaikan apa ada agar tidak boleh kami tambahi atau lebih-lebih kurangi. Janganlah justru kami khawatir untuk mengimbuhkan kebenaran. Selain itu, kami terhitung wajib hidup dan dengar-dengarnya dapat panggilanNya. Untuk paham arti panggilanNya dalam hidup kita, kami wajib membangun sebuah interaksi yang dekat dengannya. Salah satu langkah untuk dapat membangun interaksi yang dekat dengan Tuhan yakni dengan berdoa dan membaca firman. Kiranya hidup kami terbekati oleh renungan ini. Tuhan Yesus memberkati.
Renungan Malam
Renungan Malam
Renungan Malam 2
Untuk Apa Menyimpan Dendam dalam Hatimu?
Bacaan: Kejadian 45:1-15
”Lalu dipeluknyalah leher Benyamin, adiknya itu, dan menangislah ia, dan menagis pulalah Benyamin pada bahu Yusuf. Yusuf mencium seluruh saudaranya itu dengan mesra dan ia menangis sambil memeluk mereka. Sesudah itu barulah saudara-saudaranya bercakap-cakap dengan dia.”
Kejadian 45:14-15
Pernahkah saudara jadi disakiti oleh seseorang lebih-lebih oleh orang yang anda kasihi atau lebih-lebih oleh keluarga anda sendiri? Jika pernah, sudahkan malam ini saudara mengampuni mereka yang sudah menyakiti saudara? Jika belum, apa alasan anda untuk tidak mengampuni orang yang sudah menyakiti saudara? Jika jawaban saudara adalah gara-gara orang selanjutnya sudah melakukan kekeliruan yang sama secara berulang dan senantiasa mengecewakan anada waktu anda sudah memaafkannya agar pada waktu ini anda tidak dapat memaafkannya, bukankah anda justru jadi orang yang waktu perhitungan pada waktu ini? Memang manusia memiliki batas kesabaran tiap-tiap namun bukankah dalam firman Tuhan sudah dikatakan bagi kami untuk senantiasa memaafkan orang yang bersalah kepada kita. Dalam Matius 18:21-22 dikatakan demikianlah “Kemudian datanglah Petrus dan bicara kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku wajib mengampuni saudaraku kecuali ia berbuat dosa pada aku? Sampai tujuh kali? Yesus bicara kepadanya: “Bukan! Aku bicara kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” Dalam Injil Matius ini sudah paham dikatakan bagi kami bahwa kami wajib senantiasa mengampuni orang yang bersalah kepada kita.
Dalam praktiknya, memaafkan adalah suatu hal yang sangat sulit dilakukan. Memaafkan orang yang sangat dekat dengan kami justru lebih sulit lagi. Ketika orang paling dekat kami menyakiti kita, interaksi kami dengannya justru jadi rusak dan tidak sedekat dulu. Mungkin saja sudah saling memaafkan, namun waktu berdekatan jadi canggung untuk menyapa dan dekat lagi. Perlu kami sadari, manusia merupakan makhluk yang kerap kali berbuat dosa dan kesalahan. Tanpa kami mengerti dapat saja sikap tingkah laku atau perkataan kami menyinggung orang lain dan orang lain membenci kita. Bukankah ini merupakan berkenaan yang semestinya kami mengerti juga? Bukan hanya orang lain, dapat saja saja sikap dan tingkah laku kami terhitung menyinggung perasaan Tuhan. Namun, apakah waktu kami melakukan kekeliruan Tuhan marah pada kami dan Ia meninggalkan kami begitu saja? Tidak. Tuhan tidak marah kepada kita, justru Ia menunggu kami untuk datang kepadaNya dan memohon ampun atas segala kekeliruan yang sudah kami perbuat. Ia adalah Allah yang panjang sabar dan Allah yang senantiasa mengampuni dosa umat-Nya waktu kami datang dengan benar-benar ke hadapannya.
Pada waktu ini kami dapat studi berasal dari kisah Yusuf. Kita tentu sudah kerap mendengar kisah berkenaan Yusuf, jadi berasal dari Sekolah Minggu sampai waktu Ibadah Minggu di Gereja. Namun, pada waktu ini kami dapat studi kembali berkenaan kisah Yusuf. Yusuf merupakan anak berasal dari Yakub dan isteri yang dikasihinya Rahel. Yakub sangatlah menyayangi Yusuf agar seluruh saudara-saudaranya membenci Yusuf. Kebencian saudara-saudaranya jadi malah waktu Yusuf menceritakan mimpinya. Ketika saudara-saudara Yusuf menggembalakan kambing domba, Yakub menyuruh Yusuf untuk mengantarkan makanan kepada saudara-saudaranya. Namun, keinginan baik Yusuf dibalas dengan kejahatan oleh saudara-saudara Yusuf. Mereka bermufakat untuk melacak langkah bagaimana membunuh Yusuf. Ketika Yusuf datang, mereka segera menanggalkan jubah Yusuf dan membuangnya ke dalam sumur kosong yang tidak berair. Yusuf sesudah itu dijual oleh saudara-saudaranya agar Yusuf bekerja kepada Potifar sebagai kepala pengawal raja. Penderitaan Yusuf tidak sampai disana saja. Ketika Yusuf bekerja kepada Potifar, isterinya menjebak Yusuf agar Yusuf wajib di penjara. Di dalam penjara Yusuf bertemu dengan juru minuman dan juru roti. Karena hikmat Tuhan, Yusuf pun dapat menafsirkan mimpi ke dua orang itu dengan balasan Yusuf terhitung dapat dibebaskan berasal dari dalam penjara. Setelah juru minum bebas, ia justru remehkan Yusuf. Tak berapa lama, Firaun bermimpi dan tidak ada seorang pun yang dapat menafsirkan mimpi Firaun kecuali Yusuf. Karena hikmat yang sudah Tuhan berikan kepada Yusuf, ia dapat menafsirkan mimpi Firaun dan pada akhirnya Firaun melantik Yusuf jadi penguasa atas seluruh Mesir. Ketika terjadi kelaparan di seluruh negeri, saudara-saudara Yusuf pergi ke Mesir untuk belanja gandum kepada Yusuf. Saudara-saudaranya tidak paham bahwa Yusuf sudah jadi penguasa. Di Mesir dan pada waktu ini mereka sedang bicara kepada Yusuf. Saat bertemu dengan saudara-saudaranya kembali apa yang dilakukan oleh Yusuf? Apakah Yusuf membenci dan menghukum saudara-saudaranya? Tentu tidak. Yusuf justru mengampuni saudara-saudaranya lebih-lebih Yusuf menangis dengan keras waktu memandang saudara-saudaranya. Ini sudah menyatakan bahwa Yusuf senantiasa mengasihi saudara-saudaranya meskipun mereka sudah menyakiti Yusuf.
Kita pada waktu ini studi mengampuni berasal dari Yusuf. Ketiaka saudara-saudaranya menyakiti dia, membencinya, membuangnya lebih-lebih menjualnya, Yusuf sama sekali tidak membenci saudar-saudaranya. Ia senantiasa mengasihi saudara-saudaranya dan terus menerus merindukan mereka. Apa yang dialami Yusuf sangat berat lebih-lebih jauh lebih berat daripada yang kami alami waktu ini. Namun apakah langkah dapat seperti Yusuf yang rela mengampuni saudara-saudara yang sudah menyakitinya? Kita kerap kali terpaku pada perasaan kami saja. Kita kerap lupa dapat apa yang semestinya kami perbuat waktu ada orang yang menyakiti kita. Ketika ada seseorang yang menyakiti kita, kami justru menyimpan dendam terhadapnya dan tidak rela mengampuni kesalahannya. Meskipun kami bicara sudah memaafkan, namun kami tidak rela dekat dengan orang itu lagi.
Adapun hal-hal yang dapat kami pelajari berasal dari Yusuf yaitu;
1. Mengasihi orang yang membencinya
Hal yang paling sulit dilakukan adalah mengasihi orang yang sedang membenci kita. Jika ada orang yang membenci kami justru kami jadi ikut-ikutan membencinya. Pada waktu ini kami diajari oleh Yusuf bahwa kami wajib senantiasa mengasihi sesama kami meskipun orang itu membenci kita. Dari awal Yusuf sudah tentu paham kecuali saudara-saudaranya membenci dirinya. Ia pasi paham kecuali sikap saudara-saudaranya tidak baik terhadapnya. Namun, itu tidak membawa efek Yusuf membenci saudara-saudaranya, lebih-lebih Yusuf senantiasa mengasihi mereka dengan sepenuh hati. Apakah kami dapat seperti Yusuf? Jika belum bisa, yang wajib kami melakukan adalah datang kepadaNya dan berdoa dan juga memohon penyertaanNya dalam hidup kita.
2. Memaafkan orang yang bersalah
Yang sangat sulit dilakukan adalah memaafkan orang yang bersalah kepada kita. Jika sudah disakiti hati kami tentu seakan tertutup untuk orang tersebut. Ketika orang selanjutnya mengalami kesusahan, kami tidak dapat membantunya gara-gara rasa pikirkan kami sudah hilang. Saat berpapasan dengannya seolah-olah kami memandang suatu hal yang wajib kami menyingkirkan berasal dari hadapan kita. Bukankah kecuali kami seperti itu sikap kami menyatakan bahwa kami bukanlah anak-anak Allah. Apa yang kami alami waktu ini tidaklah seperti Yusuf di mana ia sampai dijual oleh saudara-saudaranya. Namun apakah kami dapat seperti Yusuf yang senantiasa mengampuni saudara-saudaranya? Renungkanlah dalam diri dan hati saudara masing-masing. Sudahkan kami membukakan pintu maaf kepada orang-orang yang menyakiti hati anda?
3. Berdoa dan berharap penyertaan Tuhan selalu
Berdoa dan berharap penyertaan Tuhan adalah langkah yang dapat anda melakukan agar anda dapat mengampuni orang yang sudah menyakiti hati anda. Ketika kami menyerahkan seluruh hidup dan kehidupan ke dalam penyertaan Tuhan, Tuhan tentu dapat melembutkan hati kami dan memakai hidup kami seturut dengan kehendaknya. Mengampuni tidaklah sulit untuk dilakukan kecuali kami rela berharap penyertaan berasal dari Tuhan. Tidak ada hati yang sangat kuat untuk Tuhan lembutkan. Tidak ada hidup yang sangat sulit untuk Ia ubahkan. Semua itu kembali kembali kepada diri kami tiap-tiap apakah kami rela diubahkan olehNya atau tidak.
Mengampuni bukan hanya hanya mengucapkan aku memaafkan segala kekeliruan yang sudah anda melakukan kepadaku. Mengampuni bermakna rela remehkan kekeliruan itu dan rela memulai suatu interaksi yang baru berasal dari awal. Jika pada waktu ini kami belum bia memaafkan seseorang, berkenaan yang wajib kami melakukan adalah berdoa dan berharap hikmatNya. Kita wajib berdoa kepada Tuhan agar Tuhan rela melembutkan hati kami dan hati orang yang menyakiti kita. Tuhan melembutkan hati kami agar kami dimampukan untuk memaafkan kesalahn orang yang menyakiti kita. Kita berdoa kepada Tuhan untuk melembutkan hati orang yang menyakiti kami agar ia paham kekeliruan apa yang sudah ia perbuat agar ia tidak dapat ulangi kesalahannya kembali dan rela beralih dan juga berharap maaf kepada orang-orang yang disakitinya. Meminta hikmat Tuhan bermakna kami minta tuntunan Tuhan agar tidak ada amarah dalam diri kami agar kami dapat mengintropeksi diri. Berkata demikianlah sebenarnya enteng namun berkenaan yang paling sulit adalah melakukannya. Jika pada waktu ini anda senantiasa jadi sulit untuk mengampuni, ingatlah bahwa Tuha sudah mengampuni kekeliruan dan dosa saudara berapa kali pun keslahan yang anda lakukan. Ia senantiasa mengasihi dan menyayangi saudara lebih-lebih Ia tidak dulu meninggalkan saudara sendirian. Mengampuni bukanlah persoalan waktu melainkan persoalan hati. Apakah hati kami sudah siap untuk mengampuni atau belum. Tuhan Yesus memberkati.Renungan Malam 3
Apa Nasib Hidup Kita Berbeda?
Bacaan: Pengkhotbah 9:1-12
”Inilah yang celaka dalam segala suatu hal yang terjadi di bawah matahari; nasib seluruh orang sama. Hati anak-anak manusia pun penuh dengan kejahatan, dan kebebalan ada dalam hati mereka seumur hidup, dan sesudah itu mereka menuju alam orang mati. Tetapi siapa yang terhitung orang hidup membawa harapan, gara-gara anjing yang hidup lebih baik berasal dari pada singa yang mati. Karena orang-orang yang hidup paham bahwa mereka dapat mati, namun orang yang mati tak paham apa-apa, tak ada upah kembali bagi mereka, lebih-lebih kenangan kepada mereka sudah lenyap.”
Pengkhotbah 9:3-5
Apa yang paling anda dalam hidup anda waktu ini?
Kekayaan? Kepintaran? Kepopularitasan?
Keluarga yang bahagia? Atau dapat saja jabatan yang tinggi?
Karena tidak benar satu atau kesemuanya itu yang anda miliki, pernahkan anda jadi bangga sesudah itu menyombongkan diri terhahap yang lain? Atau dapat saja waktu ada orang di bawah anda, idamkan berkenalan dengan anda, anda menolaknya dan bicara “kita tidak sama”. Ukuran persamaan Allah dengan manusia sangatlah jauh berbeda. Persamaan menurut manusia adalah waktu seseorang memiliki kekayaan, kepintaran atau jabatan yang sama. Karena itulah, manusia kerap kali memandang nasib orang berbeda-beda. Karena apa yang dimilikinya pada waktu ini ia berpikiran bahwa nasib baik yang sudah Tuhan berikan. Ketika memandang orang lain memiliki suatu hal di bawahnya kami justru menjelaskan nasib orang itu buruk.
Pada waktu ini, manusia menakar segala suatu hal yang terjadi pada dirinya atau apa yang ia memiliki sudah diatur oleh nasib. Bahkan tak sedikit orang memandang peruntungan nasib berdasarkan Shio atau Zodiak. Jika dalam ramalan menjelaskan nasibnya dapat jelek pada hari ini, orang selanjutnya justru enggan untuk nampak daerah tinggal dan bekerja. Bahkan senantiasa jadi khawatir kecuali ada suatu hal yang tidak di idamkan terjadi. Lain halnya kecuali dalam ramalan dikatakan bahwa orang selanjutnya dapat mengalami nasib yang baik pada hari ini jadi berasal dari persoalan kesehatan, keuangan, pekerjaan lebih-lebih asmara seutuhnya dikatakan baik. Orang selanjutnya dapat stimulus dalam merintis harinya gara-gara percaya nasib baik dapat terjadi padanya hari ini. Karena ramalan-ramalan yang belum tentu benar ini membawa efek seseorang jadi lebih percaya kepada apa yang dibacanya dalam ramalan dibandingkan percaya dan berserah kepada Tuha.
Namun, apakah benar seluruh yang terjadi dalam kehidupan kami bergantung berasal dari nasib yang kami alami?
Saya dulu mendengar keluhan berkenaan seorang ibu yang memiliki suami penggangguran dan ia yang wajib membanting tulang demi menghidupi anak-anaknya. Ia terus menerus mengeluh dan membandingkan kehidupannya dengan saya. Ada suara kecewa lebih-lebih marah dalam suaranya. Diakhir percakapan lebih-lebih ibu itu menangis tersedu-sedu sampai anak yang digendongnya turut menangis. Namun, ada satu berkenaan yang tidak dapat aku lupakan berasal dari perkataan ibu tersebut. Ibu selanjutnya bekata seperti ini “Kenapa nasib aku jelek seperti ini. Hidup aku berasal dari dulu sampai saat ini kok kesulitan terus. Kasihan aku tiap pulang kerja wajib memandang anak-anak aku yang menunggu aku untuk dibuatkan makanan. Saya kerja banting tulang demi anak-anak berharap nasib anak aku tidak seperti orang tuanya.” Setelah mendengar perkataan ibu tersebut, aku terus menerus berpikir apakah benar Tuhan menciptakan seseorang dengan nasib yang berbeda-beda. Kegalauan aku tidak berhenti sampai disana. Beberapa kali aku memandang lebih-lebih mendengar seseorang bicara “ingin merubah nasib”. Sebenarnya aku jadi perkataan Ibu selanjutnya atau orang-orang berkenaan idamkan merubah nasibnya adalah tidak benar yang benar adalah idamkan merubah kehidupan. Setelah aku membaca Pengkhotbah aku paham bahwa nasib tiap tiap orang yang Tuhan ciptakan adalah sama gara-gara pada pada akhirnya kelak dapat kembali kembali kepada sang Pencipta.
Nasib hidup seseorang adalah kematian.
Memang sulit bagi kami untuk merubah paradigma yang sudah mengakar dalam penduduk kecuali kesimpulan orang selanjutnya terhitung tidak turut diubah. Berbicara berkenaan nasib tidak ada habisnya. Bahkan ada suatu hal yang baru yang dapat kami temui kecuali kami bicara berkenaan nasib. Pada waktu ini kami tentu dapat memandang banyak orang yang bangga dapat apa yang ia memiliki pada waktu ini lebih-lebih orang selanjutnya jadi bangga dapat nasib yang dimilikinya hinga bicara kepada banyak orang. Orang yang mendengarnya lebih-lebih ada yang jadi nasibnya jelek agar jadi malas untuk bekerja gara-gara jadi hidupnya sama saja. Padahal berkenaan yang wajib kami melakukan pada waktu ini adalah menikmati hidup yang sudah Tuhan berikan bagi kami dan bekerja sebaik mungkin. Dalam Pengkhotbah 9:9-10 dikatakan demikianlah “Nikmatilah hidup dengan isteri yang kaukasihi seumur hidupmu yang sia-sia, yang dikaruniakan TUHAN kepadamu di bawah matahari, gara-gara itulah bahagianmu dalam hidup dan dalam usaha yang engkau melakukan dengan jerih payah di bawah matahari. Segala suatu hal yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, gara-gara tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau dapat pergi.”
Nasib seluruh orang itu sama tidak ada yang tidak serupa gara-gara seluruh manusia dapat mati dan kembali kepada Bapa di Surga.
Dari pada terus menerus bicara berkenaan nasib yang tak ada habisnya, lebih baik kami pahami dan paham lebih-lebih dahulu apa sebenarnya kehidupan yang kami jalani itu.
1. Nasib seluruh orang sama
Seperti yang dikatakan sebelumnya, manusia pada waktu ini terus menerus bicara berkenaan nasib hidup yang menimpanya. Nasib hidup seluruh orang itu sama. Yang membuatnya nampak tidak serupa adalah manusia. Manusia memakai kandungan nasib baik dan nasib jelek untuk menilai kehidupan seseorang. Padahal Tuhan sudah memberi tambahan nasib yang baik bagi seluruh orang waktu seseorang jadi nasibnya sangat jelek di dunia ini, bermakna orang selanjutnya tidak rela berusaha dan bekerja untuk membawa efek kehidupannya lebih baik. Seseorang seringkali terpaku pada ramalan ansib harian. Tidak sedikit orang jadi men-tuhankan ramalan gara-gara lebih mempercayai ramalan dibandingkan dengan mempercayai Tuhan. Jika terus menerus berlanjut, kepercayaannya dapat ada Tuhan dapat jadi lama berkurang dan membawa efek seseorang jadi lupa kenapa Tuhan ada dalm hidupnya. Sekali lagi, nasib akhir hidup kami adalah kematian. Jadi, janganlah kembali kami membanding-bandingkan nasib aku dengan dia atau lebih-lebih nasih dia dengan saya. Sebab kecuali kami terus menerus membanding-bandingkannya bagaimana kami paham bahwa hidup kami ini adalah anugerah?
2. Menikmati hidup
Ketika kami diberikan peluang hidup oleh Tuhan, janganlah kami jadi pakai hidup kami untuk membanding-bandingkan hidup kami dengan orang lain. “Wah sedap banget hidupnya gak kaya aku, nasib jelek aja terus menerus yang aku dapetin.” Jika terus menerus berpikiran seperti itu bagaimana kami dapat menikmati dan mensyukuri kehidupan yang sudah Tuhan berikan bagi kita. Yang Tuhan idamkan adalah kami mensyukuri segala berkenaan yang terjadi dalam hidup kami dengan tidak menyia-nyiakan peluang yang Ia berikan. Ia terhitung idamkan agar tiap tiap apa yang kami kerjakan, kami melakukan dengan sepenuh hati dan sekuat tenaga jangan setengah-setengah. Ketika seseorang dapat menikmati dan mensyukuri kehidupan yang dimilikinya, orang selanjutnya tentu dapat paham bahwa hidup yang sudah diberikan Tuhan adalah indah ada meskipun pada waktu ini ia ada dalam suasana sulit sekalipun.
3. Kematian
Kematian merupakan fase akhir dalam kehidupan seorang manusia. Kematian yang tentu dapat terjadi merupakan nasib berasal dari tiap tiap orang yang ada di bumi ini. Ketika seseorang sudah mati, ia tidak dapat merasakan apa-apa lagi. Rasa sakit, amarah, kesenangan dan kenangan sudah dilupakannya. Ia tidak dapat merasakan kehangatan waktu dengan dengan orang yang dikasihi. Ia terhitung tidak dapat bekerja seperti waktu semasa hidupnya. Kita tidak dapat dulu paham sampai kapan waktu yang diberikan Tuhan untuk dirinya. Kematian itu seperti pencuri yang waktunya tidak dapat kami tentukan. Hanya Tuhanlah yang dapat menentukannya. Ketika seseorang dapat mengalami kematian, ia wajib mempertanggung jawabkan apa yang sudah ia perbuat semasa hidupnya kepada Tuhan baik itu merupakan tingkah laku baik ataupun tingkah laku jahat.
Apapun yang terjadi dalam kehidupan kami waktu ini, ingatlah bahwa bukan nasib yang menentukannya melaikan Tuhan yang menentukan dan mengaturnya. Jangan menyalahkan nasib lebih-lebih berusaha untuk merubahnya gara-gara nasih yang kami memiliki tidak dapat kami ganti gara-gara bagaimana caranya agar kami dapat merubah kematian? Serahkanlah seluruh hidup dan kehidupan anda kepada Allah agar anda lebih dapat mensyukuri kehidupan yang sudah Tuhan berikan. Jangan berhenti berharap dan berdoa kepadaNya. Tuhan Yesus memberkati.
Tidak ada komentar